Admin (Info Dewasa)
March 01, 2011
March 01, 2011
Awas, Emosi Negatif Pengaruhi Kepuasan Bercinta!
Hati-hati berteman mesra dengan pribadi yang memiliki emosi negatif. Pasalnya selain memicu pertengkaran dengan pasangan, emosi negatif memengaruhi kepuasan bercinta dengan pasangan.
Pribadi neurotik biasanya sering merasa sulit untuk mengelola hubungan mereka. Serangan ini tak hanya mengintai para pasangan yang sudah bertahun-tahun mengarungi pernikahan, tapi juga menghantui pengantin baru.
Neuroticism adalah kecenderungan untuk mengalami emosi negatif. Orang-orang semacam ini biasanya mudah marah dan kesal, mudah berubah, dan memiliki perubahan suasana hati lebih sering. Demikian seperti dilaporkan jurnal Psikologi Sosial dan Ilmu Kepribadian.
Jurnal tersebut mengemukakan, bahwa orang yang memiliki kadar neurotisisme cenderung mengalami ketidakpuasan dalam bercinta dan berhubungan serta rentan untuk bercerai.
"Tingkat neurotisisme yang tinggi sangat terkait dengan hasil pernikahan yang buruk daripada faktor kepribadian lainnya," kata Michelle Russel dan James McNulty dari Universitas Tennesse, penulis studi seperti dikutip Times of India. Tapi untungnya kehidupan seks dalam pernikahan akan membuat orang bahagia.
Sebuah penelitian lain menunjukkan, bahwa interaksi seksual akan meningkatkan suasana hati pasangan pada hari berikutnya, seperti dinyatakan Tennessee.
Russel dan McNulty ingin tahu apakah frekuensi aktivitas seksual yang sering akan menghapus efek negatif dari neurotisisme. Untuk membuktikannya, mereka pun mengikuti kehidupan 72 pasang pengantin baru yang telah mengarungi masa pernikahan empat tahun.
Ke-72 pasang pengantin ini melaporkan grafik hubungan seksual mereka selama enam bulan. Hasilnya, rata-rata pasangan tersebut melaporkan hubungan seksual yang mereka lakukan sekitar sekali dalam sepekan selama enam bulan pertama pernikahan, dan tiga kali sebulan pada tahun keempat pernikahan.
Pasangan tersebut mengaku puas dengan intensitas yang mereka jalani tersebut. Bagi mereka, kepuasan tak hanya diukur dari kualitas seks, tapi juga memiliki pernikahan yang baik serta hubungan yang harmonis dengan pasangan. Ini berarti, kepuasan pernikahan mereka tidak berhubungan dengan frekuensi seksual baik pada awal pernikahan atau empat tahun kemudian.
Tapi Russel dan McNulty menemukan satu pengecualian penting. Bagi pasangan dengan neurotisisme tingkat tinggi, hubungan seks sering meningkatkan kepuasan bagi pernikahan mereka. Pengaruh aktivitas seksual yang sering sudah cukup menghapus defisit kebahagiaan bagi pasangan yang biasanya memiliki gangguan neurotik.
Pribadi neurotik biasanya sering merasa sulit untuk mengelola hubungan mereka. Serangan ini tak hanya mengintai para pasangan yang sudah bertahun-tahun mengarungi pernikahan, tapi juga menghantui pengantin baru.
Neuroticism adalah kecenderungan untuk mengalami emosi negatif. Orang-orang semacam ini biasanya mudah marah dan kesal, mudah berubah, dan memiliki perubahan suasana hati lebih sering. Demikian seperti dilaporkan jurnal Psikologi Sosial dan Ilmu Kepribadian.
Jurnal tersebut mengemukakan, bahwa orang yang memiliki kadar neurotisisme cenderung mengalami ketidakpuasan dalam bercinta dan berhubungan serta rentan untuk bercerai.
"Tingkat neurotisisme yang tinggi sangat terkait dengan hasil pernikahan yang buruk daripada faktor kepribadian lainnya," kata Michelle Russel dan James McNulty dari Universitas Tennesse, penulis studi seperti dikutip Times of India. Tapi untungnya kehidupan seks dalam pernikahan akan membuat orang bahagia.
Sebuah penelitian lain menunjukkan, bahwa interaksi seksual akan meningkatkan suasana hati pasangan pada hari berikutnya, seperti dinyatakan Tennessee.
Russel dan McNulty ingin tahu apakah frekuensi aktivitas seksual yang sering akan menghapus efek negatif dari neurotisisme. Untuk membuktikannya, mereka pun mengikuti kehidupan 72 pasang pengantin baru yang telah mengarungi masa pernikahan empat tahun.
Ke-72 pasang pengantin ini melaporkan grafik hubungan seksual mereka selama enam bulan. Hasilnya, rata-rata pasangan tersebut melaporkan hubungan seksual yang mereka lakukan sekitar sekali dalam sepekan selama enam bulan pertama pernikahan, dan tiga kali sebulan pada tahun keempat pernikahan.
Pasangan tersebut mengaku puas dengan intensitas yang mereka jalani tersebut. Bagi mereka, kepuasan tak hanya diukur dari kualitas seks, tapi juga memiliki pernikahan yang baik serta hubungan yang harmonis dengan pasangan. Ini berarti, kepuasan pernikahan mereka tidak berhubungan dengan frekuensi seksual baik pada awal pernikahan atau empat tahun kemudian.
Tapi Russel dan McNulty menemukan satu pengecualian penting. Bagi pasangan dengan neurotisisme tingkat tinggi, hubungan seks sering meningkatkan kepuasan bagi pernikahan mereka. Pengaruh aktivitas seksual yang sering sudah cukup menghapus defisit kebahagiaan bagi pasangan yang biasanya memiliki gangguan neurotik.